Skema beasiswa Budi-DN yang membuat para dosen harus mendaftar ke Universitas Tujuan terlebih dulu dengan menanggung sendiri biaya pendaftaran, seleksi, wawancara, dan SPP awal, sementara (masih) terdapat peluang bahwa ia tidak dinyatakan lulus seleksi beasiswa, mengakibatkan tugas melanjutkan studi menjadi mirip sebuah pertaruhan judi bagi dosen.
Padahal, tindakan melanjutkan studi oleh dosen memiliki beberapa karakter khas yang membuatnya berbeda dari tindakan melanjutkan studi dari seorang alumni pencari kerja, calon kepala daerah/anggota legislatif, eksekutif perusahaan BUMN/BUMS, dan pejabat sipil/militer (karakter khas itu akan dijelaskan dikesempatan lain, jika diperlukan).
Pertaruhan judi itu menjelma tragedi bagi dosen yang kemudian dinyatakan tidak lulus beasiswa (sementara biaya-biaya yang telah dikeluarkannnya tak dapat dipulihkan kembali dan Universitas akan menolak mengembalikan SPP yang telah diserahkannya). Dikatakan sebagai tragedi, karena tidak sedikit dosen-dosen yang berangkat tanpa dukungan material dari Universitasnya sehingganya hanya mengandalkan dana pinjaman pihak ketiga/perbankan. Tidak heran, jika kegagalan melanjutkan studi dapat memicu terjadinya kegagalan keuangan keluarga dan bahkan mengakibatkan terjadinya keruntuhan sebuah keluarga!
Tidak hanya menghancurkan harapan seorang dosen dan keluarganya, skema Budi saat ini sesungguhnya dapat membuat Dikti mensabotase programnya sendiri. Mesti diingat, dosen Ber-NIDN sesungguhnya adalah dosen yang telah melakukan [baca: menempuh] sekian banyak seleksi, sertifikasi dan evaluasi oleh Universitas dan Dikti sendiri. Ketika mereka kemudian melanjutkan studi dan dinyatakan lulus seleksi oleh perguruan tinggi maka sesungguhnya mereka telah membuktikan diri mereka memiliki kualitas akadmik dan ketangguhan tertentu, yang seharusnya telah cukup untuk menjadi alasan penganugerahan beasiswa atas diri mereka. Ketika Dikti mendiskualifikasi kewajiban seorang dosen melanjutkan studi beserta haknya untuk memperoleh dukungan beasiswa, maka sesungguhnya Dikti sedang mendelegitimasi dirinya sendiri sebagai institusi yang bertanggung jawab dalam perekrutan dan pembinaan tenaga pendidik di perguruan tinggi (Hendragunawan, 2016)
loading...